Ketika menyerah adalah satu pilihan, tapi kewajiban dan tanggung jawab mencegah itu terjadi.
Terjebak di antara terus dengan siksa, atau berhenti dengan luka dan tak lagi punya arah.
Sedalam itu aku tenggelam. hingga akhirnya aku sadar, aku tak lagi normal, aku bukan orang biasa, aku, biasa yang mereka sebut gila.
Salah satu tulisku yang terakhir, dan semakin aku kehilangan arah saat ini. Mulai menarik diri, ingin bersembunyi, tapi tak mungkin bukan ?
Harusnya aku lebih tahu itu, dan akhirnya aku banyak mengeluh, menghindar dan mencari berbagai alasan yang aku sendiri tak tahu untuk apa.
Aku membaca salah satu pesan dari teman, bahagiakan dirimu sendiri, jadikan dirimu manusia yang memanusiakan orang lain dan juga dirimu sendiri, ada juga saran, dekatkan lagi dirimu dengan Tuhan.
Selain itu, ada juga kata-kata penyemangat, dan berbagai lainnya.
Heran aku, apa aku ini sekarang ?
Dunia tidak berputar untukku, sudah sadar itu sejak dulu, dari kanak-kanak hingga menjadi seorang ayah, jadi banyak sekali yang membuatku yakin sendiri adalah kunci. Tapi sekarang sendiri tak sama, kadang damai dan kadang emosi, lebih banyaknya aku merasa sepi. Padahal tidak seperti itu, dulu.
Membacalah aku sebagian cerita di tahun-tahun dulu, ternyata, gejala itu sudah hampir 10 tahun yang lalu, ada sepenggal cerita, ada banyak tulisan terputus-putus dan hingga sumpah serapah.
Tak jelas apakah sudah sejak lama dan kini membuncah, atau hanya aku yang membesar-besarkannya saja.
Sekarang, sesulit itukah untuk tenang?
Sesusah itukah untuk senang?
Sekarang, sepenting itu untuk hening.
Seperlu itu untuk mencari jeda.
No comments:
Post a Comment